Minggu, 28 April 2013

ARIYAH



Pinjaman atau ariyah menurut bahasa adalah pinjaman, sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat yaitu :
·         Menurut hanafiyah : ariyah adalah memilikan manfaat secara Cuma Cuma
·         Menurut malikiah : ariyah adalah memilikan manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan
·         Menurut syafi’iyah : ariyah adalah barang pinjaman yang wajib dikembalikan
Rukun dan syarat ariyah menurut syafi’iyah adalah :
1.      Kalimat lafadzh, seperti orang yang berkata, “saya utangkan benda ini kepada kamu” dan ada yang menerima berkata “saya mengaku berutang (benda) kepada kamu”. Syarat bendanya sama dengan syarat benda jual beli
2.      Mu’jir yaitu orang yang menbgutangkan dan musta’jir yaitu orang yang menerima utang. Syarat mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, orang tersebut tidak dimahjur
3.      Benda yang diutangkan yaitu :
·         Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan
·         Memenuhi syara

Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam memiliki utang kepada yang berpiutang. Setiap utang hukumnya wajib untuk dibayarkan maka dosalah bagi mereka yang tidak membayar hutang, bahkan yang melalaikan mebayar hutang adalah perbuatan aniaya. Melebihkan bayaran dari sejumlah pembayaran hutang diperbolehkan asal atas kemauan orang yang berhutang. Jika kelebihan itu dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjanjian dalam akad maka hal demikan termasuk kedalam riba.
Jenis  jenis ariyah
1. ‘Ariyah Mutlaq : Yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya tidak ada persyaratan apapun. Contohnya seorang meminjamkan kendaraan, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut, misalnya waktu dan tempat mengendarainya. Namun demikian harus disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Tidak boleh menggunakan kendaraan tersebut siang malam tanpa henti. Jika penggunaannya tidak sesuai dengan kebiasaan dan barang pinjaman rusak maka mu’jir harus bertanggung jawab.
2. ‘Ariyah Muqayyad : Adalah akad meminjamkan barang yang dibatasi dari segi waktu dan pemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya atau salah satunya. Maka musta’jir harus bisa menjaga batasan tersebut. Pembatasan bisa tidak berlaku apabila menyebabkan musta’jir tidak dapat mengambil manfaat karena adanya syarat keterbatasan tersebut. Dengan demikian dibolehkan untuk melanggar batasan tersebut apabila terdapat kesulitan untuk memanfaatkannya.
Abu hanifah dan malik berpendapat bahwa peminjam boleh meminjamkan benda yang dipinjam kepada orang lain sekalipun pemiliknya belum mengijinkan. Jika peminjam meminjamkan kepada orang lain, kemudian barang tersebut rusak ditang kedua, maka pemiliknya berhak meminta jaminan kepada salah seorang diantara keduanya.

Tatkrama dalam berutang :
1.      Sesuai dengan QS Al Baqarah 282, utang piutang supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang dengan disaksikan dua orang saksi laki laki atau dengan satu orang saksi laki laki dan dua orang saksi perempuan. Untuk dewasa ini tulisan tersebut diatas kertas bersegel atau bermaterai
2.      Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan mebayar dan mengembalikannya
3.      Pihak berpiutang hendaknya berniatnya memberikan pertolongan kepada pihak berutang. Bila yang meminjam tidak mampu mengembalikan, maka yang berpiutang hendaknya membebaskannya
4.      Pihak yang berutang bila sudah mampu membayar pinjaman hendaknya dipercepat pembayaran utangnya karena lali dalam pembayaran pinjaman berarti berbuat zalim


0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar