Minggu, 20 Juli 2014

Apa itu AAOIFI?

Accounting & Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah organisai internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan standar akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar Syariat Islam lembaga keuangan dan industri. Program kualifikasi profesional (terutama CIPA, Penasihat syariat dan Auditor "CSAA", dan program kepatuhan perusahaan) yang disajika oleh AAOIFI dalam upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia industri dasar dan struktur pemerintahan. 
AAOIFI didirikan sesuai dengan Perjanjian Asosiasi yang ditandatangani oleh lembaga-lembaga keuangan Islam pada 1 Safar, 1410H berkorespondensi dengan 26 Februari 1990 di Aljazair. Kemudian terdaftar pada tanggal 27 Maret 1991 di Negara Bagian Bahrain. 
Sebagai organisasi internasional yang independen, AAOIFI didukung oleh kelembagaan anggota (200 anggota dari 45 negara, sejauh ini) termasuk bank sentral, lembaga keuangan Islam, dan peserta lain dari industri perbankan islam internasional dan keuangan, di seluruh dunia. 
AAOIFI telah memperoleh dukungan untuk memastikan pelaksanaan standar, yang sekarang diadopsi di Kerajaan Bahrain, Dubai International Financial Centre, Yordania, Lebanon, Qatar, Sudan dan Suriah., yang relevan di Australia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Kerajaan Arab Saudi, dan Afrika Selatan telah mengeluarkan panduan yang didasarkan pada standar AAOIFI dan pernyataan-pernyataan.
dengan kata lain AAOIFI ini seperti Fatwa internasional..

Tujuan dari AAOIFI adalah: 
  1. Untuk mengembangkan pemikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam; 
  2. Untuk menyebarluaskan pikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat kabar berkala, melaksanakan penelitian dan sarana lainnya; 
  3. Untuk menyiapkan, menyebarkan dan menafsirkan standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam. 
  4. Untuk meninjau dan mengubah standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam. 
AAOIFI melaksanakan tujuan tersebut sesuai dengan ajaran syariat Islam yang merupakan sistem yang komprehensif untuk semua aspek kehidupan, sesuai dengan lingkungan di mana institusi keuangan Islam telah berkembang. Kegiatan ini dimaksudkan baik untuk meningkatkan kepercayaan pengguna dari laporan keuangan lembaga keuangan Islam dalam informasi yang dihasilkan tentang lembaga-lembaga ini, dan untuk mendorong para pengguna untuk melakukan investasi atau deposito dana mereka di lembaga keuangan Islam dan untuk menggunakan layanan mereka.

AAOIFI telah berhasil menyusun beberapa hal, yakni : 
1. Tujuan dan konsep akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan 
2. Standar akuntansi untuk lembaga keuangan khususnya bank 
3. Tujuan dan standar auditing untuk lembaga keuangan 
4. Kode etik untuk akuntan dan auditor lembaga keuangan 

Standar syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI :
6. Perdagangan dalam mata uang. 
7. Debit Card, Charge Card dan Kartu Kredit. 
8. Default di Pembayaran oleh Debitur. 
9. Penyelesaian Utang oleh Set-Off. 
10. Jaminan. 
11. Konversi dari Bank Konvensional Bank Islam. 
12. Hawala. 
13. Murabahah untuk Orderer Pembelian. 
14. Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamleek. 
15. Salam dan Paralel Salam. 
11. Paralel Istisna'a dan Istisna'a. 
12. Sharika (Musyarakah) dan Modern Korporasi. 
13. Mudharabah. 
14. Documentary Credit. 
15. Jua'la. 
16. Commercial Papers. 
17. Investasi Sukuk. 
18. Kepemilikan (Qabd). 
19. Pinjaman (Qardh). 
20. Komoditas di Pasar terorganisir. 
21. Keuangan Papers (Saham dan Obligasi). 
22. Concession Contracts. 
23. Agency. 
24. Pembiayaan sindikasi. 
25. Kombinasi Kontrak. 
26. Islamic Insurance. 
27. Indeks. 
28. Layanan Perbankan. 
29. Etika dan ketentuan untuk fatwa. 
30. Monetisasi (Tawarruq) 
31. Gharar Ketentuan dalam Transaksi Keuangan 
32. Arbitrase 
33. Waqf 
34. Ijarah pada Buruh (Individu) 
35. Zakat

berikut file AAOFI yang bisa di download,
klik ---> free download AAOFI
semoga bermanfaat :)

HARTA




A.    Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut, al mal yang berasal dari kata yang berarti condong, cenderung dan miring.
Sedangkan harta menurut istilah Imam Hanafiyah ialah:

Sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memnungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.
Hasby Ash-shidiqy menybutkan bahwa harta adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat diperjualbelikan dan berharga, konsekuensi logis perumusan ini ialah:
1.      Manusia bukanlah hatra sekalipun berwujud
2.      Babi bukanlah harta karena babi bagi muslimin harama diperjualbelikan.
3.      Sebiji beras bukanlah harta karena sebiji beras tidak memeliki nilai (harga) menurut ‘urf.
Pembagian Harta
1.      Mal Mutaqawwim dan ghair Mutaqawwim
Harta yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’ , sedangkan ghair mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’,
2.      Mal Mitsil dan Maal Qimi
Mal Mitsil adalah benda benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagainnya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.” Sedangkan harta Qimi adalah benda benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuaanya, karenanya tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.
3.      Harta Istihlak dan harta Isti’mal
Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Sedangkan harta isti’mali adalah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan matrerinya tetap terpelihara.
4.      Harta manqul dan harta ghair manqul
Harta manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan ghair manqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satru tempat ke tempat lain.”
5.      Harta ‘ain dan harta dayn
Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda. Sedangkan harta dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.
6.      Mal al’ain dan al-naf’i
Harat ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud). Sedangkan harta nafi’ ialah yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-nafi’ tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.
7.      Harta Mamluk dan Mahjur
Harta mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan maupun milik badan hokum, seperti pemerintah dan yayasan. Sedangkan harta mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang dan harta mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at.
8.      Harta yang dapat dibagi dan harta yang tidak dapat dibagi
9.      Harta Hasil (buah) dan Harta pokok
Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta lain. Sedanglan harta hasil adalah harta yang terjadi dari harta yang lain.
10.  Harta khas dan harta ‘am
Harta khas adalah harta pribadi. Sedangkan harta ‘am ialah harta milik umum yang boleh di ambil manfaatnya.

FIQH MUAMALAH




Pengertian Muamalah
            Pengertian Muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bahasa dan kedua dari segi istilah. Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata                     sama dengan wazan,                                             artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.
            Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Pengertian muamalah dalam arti luas menurut para ahli:
a.       Al Dimyanti berpendapat bahwa muamalah adalah menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi.
b.      Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
c.       Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dalam hidup dan kehidupan.
Dapat disumpulkan bahwa pengertian muamalah menurut arti luas adalah aturan aturan (hokum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social.
2.      Pengertian muamalah menurut arti sempit
a.       Menurut Hudlari Byk berpendapat bahwa muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya.
b.      Menurut Idris Ahmad muamalah adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
c.       Menurut Rasyid Ridha muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.
Bahwa fiqh muamalah dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati manusia yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.
Pembagian Fiqh Muamalah
            Menurut Ibn Abidin pembagian muamalah ada lima;
1.      Muawadhah Maliyah (hukum kebendaan)
2.      Munakahat (hukum perkawinan)
3.      Muhasanat (hokum acara)
4.      Amanat dan ‘Aryah (pinjaman)
5.      Tirkah (harta peninggalan)
Sedangkan menurut al Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah, wal Adabiyah, fiqh muamalah dibagi menjadi dua bagian;
1.      Al-Muamalah Al-Madiyah, adalah muamalah yang mengkaji segi objeknya, yaitu benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah bersipat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjualbelikan atau duusahakan, benda yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dan lain-lain. Dengan kata lain, adalah aturan aturan yang telah ditetapkan syara, dari segi objek benda.
2.      Al-Muamalah Al-Adabiyah, maksudnya muamalah ditinjau dari segi cara tukar menukar benda, yang sumbernya dari pancaindera manusia, sedngkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperi jujur, hasud, iri, dendam dll. Dengan kata lain adalah aturan-aturan allah yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat yang ditinjau dari segi subjeknya, yaitu manusia sebagai pelakunya. Dengan demikian maksud adabiyah antara lain berkisar dalam keridaan dari kedua belah pihak yang melangsungkan akad, ijab Kabul, dusta dll.
Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
1.      Ruang lingkup Muamalah Adabiyah adalah ijab dan Kabul, saling meridoi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang penipuan, pemalsuan, penimbuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2.      Ruang lingkup muamalah madiyah, adalah jaual beli, gadai, jaminan dan tanggungan (kafalh dan dhaman), pemindahan utang (hiwalah), jatuh bangkit (taflis), batas bertindak (hajru) perseroan dan perkongsian, perseroan harta dan tenaga, sewa menyewa tanah (al musaqah al mukhabarah), upah (ujrah al amah), gugatan (as syufah), sayembara (al jialah), pembagian kekayaan bersama (al qismah), pemberian (al hibah), pembebasan (al ibra) daman ( ash sulhu), beberapa masalah mu’ashirah seperti masalah bunga bank asuransi kredit dan masalah lainnya.

ULUMUL HADITS



Definisi Hadits Menurut Bahasa Dan Istilah

            Hadits menurut bahasa berarti الْجَدِيْدُ(sesuatu yang baru) lawannya  الْقَدِيْمُartinya حَدِيْثُ الْبِنَاءِmenunjukan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَحِيْثُ الْعَهْدِ فِى الاِسْلاَمِ artinya orang yang baru masuk atau memeluk agama Islam. الْخَبَرُ (berita), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits.

            Hadits menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh jumhurul muhaditsiin:
مَاأُضِيْفُ لِنَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَوْلاً أَوْفِعْلاُ أَوْ تَقْرِيْرًاأَنَحْوَهَا
            “ Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.

            Pemberitaan terhadap hal-hal tersebut yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut berita yang marfu’ yang disandarkan kepada sahabat disebut berita mauquf dan yang disandarkan kepada tabi’iy disebut maqthu’.
1.      Perkataan, perkataan yang pernaha beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang hukum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2.      perbuatan, merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas cara pelaksanaanya.
3.      Taqrir, keadaan beliau memdiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
4.      sifat-sifat, keadaan-keadaan dan himmah (hsarat Rasulullah SAW

Pengertian Sunnah, Khabar dan Atsar
1.      Sunnah
Sunnah menurut bahasa berarti السِّيَرَةُ وَ الطَّرِيْقَةُ المُعْتَادَةِ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً  kebiasaan yang baik atau yang jelek.
Sunnah menurut istilah dari Ahli Hadits adalah:
كُلُّ مَا أُثِرَ عَنْ الرَّسُوْلِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَوْلِ أَوْفِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْصِفَةٍ خَلْقِيَّةٍ أَوْخُلُقِيَّةٍ أَوْسِيَرَةٍ سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ قَبْلَ الْبِعْثَةِ أَمْ بَعْدَهَا
“segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekeri, perjalanan hidup, baik sebelum menjadi Rasul maupun sesudahnya”.
2.      Khabar
Khabar menurut bahasa adalah segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. khabara menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan hadits, keduaanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’. mencakup segala yang datang dari nabi SAW, sahabat dan tabi’in. ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Muhammad SAW, sedangkan datang dari Nabi SAW adalah Hadits.
3.      Atsar
Atsar menurut istilah adalah terjadi perbedaan pendapat di antara pendapat para ulama. Jumhur mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabiin. sedangkan menurut Ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’.

Klasifikasi Hadits dari Segi Sedikit atau banyaknya Rawi

·         Hadits Mutawatir
هُوَخَبَرٌعنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَادٌ جَمٌّ يَجِبُ فِى الْعَادَةِ اِحَالَةُ إِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الكَذِبِ
“Sesuatu hadits hasil tanggapan dari panca indera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta”.
Klasifikasi Hadits Mutawatir membagi dua bagian yakni Mutawatir Lafdzi dan Mutawatir Ma’nawi. mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banayak yang susunannya redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan lainnya. Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits mutawatir yang rawi-rawinya berlain-lainan dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita yang berlain-lain susunan redaksinya itu terdapat persesuaiaan pada prinsipnya.

·         Hadits Ahad
jumlah rawi-rawi dalam thabaqot (lapisan) pertama, kedua atau ketiga dan seterusnya pada hadits ahad, mungkin terdiri dari tiga orang atau lebih, dua orang atau seorang.

Hadits Masyhur مَا رَوَاهُ الثَّلاَثَةُ فَأَكْثَرَ وَلَمْ يَصِلْ دَرَحَةَ التَّوَاتُرِ “Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir”.

Hadits Aziz مَارَوَاهُ إِثْنَانِ وَلَوْكَانَا فِى طَبَقَةٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ رَوَاهُ بَعْدَ ذَلِكَ جَمَاعَةٌ  “Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqoh saja, kemudian setelah itu, orang-orang pada meriwayatkannya.”

Hadits Gharib مَاانفَرَحَ بِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ فِى أَىِّ مَوِضِعٍ وَقَعَ التَّفَرُّدُ بِهِ مِنَ السَّنَدِ “Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sana itu terjadi”.

HADITS MURSAL
هُوَالَّذِى يَسْقُطُ مِنْ اَخِرِ سَنَدِهِ مَنْ بَعْدَ التَّابِعِى
          “Hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’iy”.
Klasifikasi hadits mursal yakni ada hadits jaly yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabi’iy adalh jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang ynag menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita. sedangkan mursal shahabi yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada nabi SAW tetapi ia tidak mendengfar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran di saat Rasul hidup ia masih kecil atau terakhit masuknya ke dalam agama islam. sedangkan mursal khafy yautu hadits yang diriwayatkan oleh tabi’iy dimana tabi’iy yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits pun dari padanya.
Jarh Wa Ta’dil
            lafadz jarh menurut muhaditsiin ialah sifat seorang rawi yang dapat mencacatkan keadilan dan kehjapalannya. men-jarh atau men-tajrih seorang rawi yang berarti menyifati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat enyebabkan kelemahan atau tertolak apa yang diriwayatkannya. sedangkan menurut Dr ‘Ajjaj Al-Khatib:
هُوَ الْعِلْمُ الَّذِىْ يَبْحَثُ فِى أَحْوَالِ الرُّوَاةِ مِنْحَيْثُ قَبُوْلِ رِوَايَتِهِمْ أَوْرَدِّهَا
          Ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya”.
Faedah mengetahui ilmu Jarh wa ta’dil itu ialah untuk menetapka apakah periwayatn seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. apabila seorang rawi dijarh oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan apabila seorang rawi dipuji sebagai orang yang adil, niscaya periwayatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadits dipenuhi.
Tarikh al-Ruwah
            ilmu tawarihi ruwah itu termasuk dari ilmu rijaul hadits. jika rijaul hadits itu membicarakan hal ihwal dan biografi para rawi pada umunya, maka ilmu tawarihi ruwah ini membahas tentang kapan dan di mana seorang rawi dilahirkan, dari siapa ia menerima hadits, siapa orang yang pernah mengambil hadits daripadanya dan akhirnya diterangkan pula dimana dan kapan ia wafat.

Klasifikasi Hadits Ahad kepada Shahih, Hasan dan Dhaif
a.         Shahih
Shahih menurut bahasa berarti ضِدُّ السَّقِيْمِ  lawan sakit. Kata Shahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah, benar, sempurna, sehat dan pasti.
Menurut muhaditsin, ialah:
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ تَامٌّ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرَ مُعَلَّلٍ وَلاَشَاذٍَّ
“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.”
Syarat-Syarat Hadits shahih ada lima:
·         Rawinya Bersifat adil
Kata adil menurut bahasa bearti lurus, tidak berat sebelah, tidak lazim, tidak menyimbapng, tulus dan jujur. seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah lakunya. Keadilan seorang rawi, menurut Ibnu Sam’any, harus memenuhi empat syarat:
1)   selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat
2)   menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
3)   tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyelesaian.
4)   tidka mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
·         Sempurna Ingatan atau Dhabit
kata dhabit menurut bahasa adalah kokoh, yang kuat, yang hafal dengan sempurna. seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingatan dengan sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
sedangkan dhabit dari kitab mustalahul hadits adalah ornag yang kuat ingatannya, artinya bahwa ingatanya lebih banayk daripada lupanya, dan keberannya lebih banyak daripada kesalahnnya.
·         Sanadnya Tidak terputus/Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambung-sambung ialah sanad yang selamat dari keguguran. dengan kata lain, bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya. hadits mursal, munqathi, mu’dal dan mu’allaq tidak tewrgolong hadits shahih.
·         Hadits itu tidak ber’illat
kata “illat yang bentuk jamaknya :ilat atau al’ialal menurut bahasa cacat, penyakit, keburukan, dana kesalahan baca. illah hadits ialah suatu penyakit yang samar-samar, yang dapat menodai keshahihan suatu hadits. misalnya meriwayatkan hadits secara mutthasil (bersambung) terhadap hadits mursal (yang gugur seorang sahabat yang meriwaytaknnya) atau hadits munqhathi (yang gugur salah seorang rawinya) dan sebaliknya. demikian juga, dapat dianggap suiatu’illat hadits, yaitu suatu sisipan yang terdapat pada matan hadits.
·         Tidak janggal
yaitu dimaksud deangan syad ialah suatu hadits yang bertentangan denagn hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau lebih tqisah.

Hadits Shahih terbagi kedalam dua bagian:
·      Shahih li-Dzatih
Ialah hadits yang memenuhi persyaratan maqbul secara sempurna.
·      Shahih Li-Ghairih
ialaha hadits shahih yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan shahih, khususnya berkaitan denagn ingatan atau hafalan perawi. jadi trun derajatnya menjadi Hadits Hasan Li-Dzatih.
Perbedaannya anatar kedua bagian hadits ini terleteak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. pada sahhih li-dzatih ingatan perawinya sempurna, sedang pada hadits shahih li-ghairih ingatan perawinya kurang sempurna.

            Martabah Hadits Shahih
Hadits yang paling tinggi derajatnya, ialah hadits yang bersanad Ashahhul asnaid. Kemudian berturut-turut sebagai berikut:
·         Hadits yang Muttafaq-‘alaihi atau Muttaqaq-‘ala shihhatihi. yaitu hadits sahhih yang telah disepakati oleh kedua Imam hadits Bukhari dan Muslim, tentang sanadnya.
·         Hadits yang hanay diriwayatkna oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
·         Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Buhkary tidak meriwayatkannya.
·         Hadits Shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat bukhari dan Muslim, yang disebut dengan Shahihun ‘ala syarthi’l Bukhari wa muslim.
·         Hadits yang menurut syarat bukhary sedangkan beliau sendiri tidak mentarjihkannya. shahihun ‘ala syarthil bukhary.
·         Hadits yang menurut syarat Muslim sedangkan beliau sendiri tidak mentarjihkannya. shahihun ‘ala syarthil Muslims.

b.        Hasan
Hadits menurut bahasa berarti مَا تَشْتَهِيْهِ النَّفْسُ وَقِيْلَ إِلَيْهِ sesuatu yang disenangi yang dicondongi oleh nafsu. definisi Hadist hasan menurt Muhaditsiin:
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ قَلِيْلُ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍّ
“Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tapi tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya.”
Klasifikasi Hadits hasan
·      Hadits Hasan li-Dzatih adalah hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits hasan di atas.
·      Hadits Hasan Li-ghairih adalah hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan Hadits hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah hadits dhai’f, akan tetapi karena adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi) maka kedudukan hadits dhaif tersebut baik derajatnya menjadi hadits hasan li-ghairi.

Kehujjahan Hadits Shih dan Hadits Hasan
Kebanayakan ulama ahli ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan hadits shahih dan hadits hasan sebagai hujjah. disamping ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat dipergunakan hujjah, bila memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima. pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang saksama. sebab sifat-sifat yang dapat diterima itu, ada yang tinggi, menengah dan rendah. hadits yang mempunyai sifat dapat diterima yang tinggi dan menengah, adalah hadits shahih, sedang hadits sifat yang diterima yang rendah adalah hadits hasan. Jadi prinsipnya keduanya mempunyai sifat yang dapat diterima (maqbul). walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya disbanding dengan rawi hadits shahih, tetapi rawi hadits hasan masih terkebalk sebagai orang yang jujur dan daripada melakukan perbuatan dusta.
Hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai hujjah, disebut hadismaqbul dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits mardud. yang termasuk hadits maqbul ialah hadits shahih li- dhatih maupun hadits shahih li ghairih, sedangkan hadits hasan li dzatih maupun hadits hasan li ghairih.
Yang termasuk hadits mardud ialah segala macam hadits dhaif’. hadits mardud tidak dapat diterima menjadi hujjah, karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada sanadnya.

c.         Dhaif
Kata dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan kata kuat.  sedangkan menurt istilah ialah:
مَافَقِدَ شَرْطًاأَوْأَكْثَرَمِنْ شُرُوْطِ الصَّحِيْحِ أَوِ الْحَسَنِ
“Ialah hadits yang kehilnagan satu syarat atau lebih dari satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau haditshasan”.
Para ulama menemukan kedha’ifan hadits itu pada tiga bagian, yaitu pada sanad, pada matan danm pada perawinya.
·      Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Hadits Mursal
Hadits Munqhati
Hadits Mu’dal
·      Dha’if dari segi sanadnya
Hadits Mauquf
HaditsMaqthu’
·      Dha’if dari segi-segi lainnya
Hadits Munkar
Hadits matruk
Hadits Syadz
Hadits Maqlub

            MAUDHU’
            Al-maudu’ adalah isim maf’ul, menurt bahasa seperti الاسقاط (meletakan atau menyimpan) الاقتر ولاختلاف  mengadakan atau membuat-buat dan al-matruk ditinggalkan. sedangkan menurut istilah adalah:
هُوَ الْمُخْتَلّعُ الْمَصْنُوْعُ المَنْصُوْبُ إِلَى رَسُوْلِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ زُوْرًاوَبُهْتَانًاسَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا خَطَاءً
“hadits yang dicipta serta dibuat seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rsulullah SAW secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak.

FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
            Al-qur’an dan al-hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. al-qur’an sbagai sumber pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. oleh karena itulah kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman dan globalnya isi al-qur’an tersebut.
            fungsi Rasul SAW sebagai penjelas atau bayan al-qur’an itu bermacam. menurut Imam Ahmad Hambal menyebutkan empat fungsi:
1)      Bayan At-taqrir
bayan at-taqrir disebut juga dengan bayan at-takid dan bayan al-itsbat. yang dimaksud bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan di dalam al-qur’an. fungsi al-hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandunagn al-qur’an.
contoh:
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُا وَإِذًا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا
“Apabila kalian meliah bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat itu maka berbukalah’.
hadits ini datang mentaqrir ayat al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 185:
  
“maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah berpuasa”.

2)      Bayan at-Tafsir
Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal. memberiukan Taqyi (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlak, dan memberikan Takhsis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum.
contoh nya:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَنَانِ وَدَمَانِ فَأمَّا الْمَيْتَتَانِ الحُوْتُ وَالجَرَدُوَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ
“Telah dihalalkan bagi kami, dua (macam) bangkai dan dua (macam) darah. adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan belalang, sedang dua darah adalah hati dan limpa.
hadits ini mentaqyidkan ayat al-Qur’an yang mengharamkan semua bangkai dan darah, sebagimana firman Allah SWT dalam surat al-Maidh ayat 3:

Artinya: diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi

3)      Bayan at-Tasyri
Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapti dalam al-Qur’an. contohnya seperti hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syf’ah, hukum meramjam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seseorang anak.

4)      Bayan an-Naskh
Kata an-Nasakh secara bahasa, bermacam-macam arti. bisa berarti al-Itbal (membatalkan), atau al-Ijalah (menghilangkan), atau at-tahwl (memindahkan), atau Taqyir (mengubah). sedangkan menurut Ulama Mutaqadimin adalah adanya dalil syara’ (yang menghapuskan ketentuan yang telah ada) karena datangnya kemudia.
salah satu contohnya adalh:
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
hadits ini menurut mereka menasakh isi al-Qu’an surat al-Baqarah ayat 180:

Artinya: diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.