Minggu, 20 Juli 2014

ULUMUL HADITS



Definisi Hadits Menurut Bahasa Dan Istilah

            Hadits menurut bahasa berarti الْجَدِيْدُ(sesuatu yang baru) lawannya  الْقَدِيْمُartinya حَدِيْثُ الْبِنَاءِmenunjukan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَحِيْثُ الْعَهْدِ فِى الاِسْلاَمِ artinya orang yang baru masuk atau memeluk agama Islam. الْخَبَرُ (berita), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits.

            Hadits menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh jumhurul muhaditsiin:
مَاأُضِيْفُ لِنَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَوْلاً أَوْفِعْلاُ أَوْ تَقْرِيْرًاأَنَحْوَهَا
            “ Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.

            Pemberitaan terhadap hal-hal tersebut yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut berita yang marfu’ yang disandarkan kepada sahabat disebut berita mauquf dan yang disandarkan kepada tabi’iy disebut maqthu’.
1.      Perkataan, perkataan yang pernaha beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang hukum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2.      perbuatan, merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas cara pelaksanaanya.
3.      Taqrir, keadaan beliau memdiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
4.      sifat-sifat, keadaan-keadaan dan himmah (hsarat Rasulullah SAW

Pengertian Sunnah, Khabar dan Atsar
1.      Sunnah
Sunnah menurut bahasa berarti السِّيَرَةُ وَ الطَّرِيْقَةُ المُعْتَادَةِ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً  kebiasaan yang baik atau yang jelek.
Sunnah menurut istilah dari Ahli Hadits adalah:
كُلُّ مَا أُثِرَ عَنْ الرَّسُوْلِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَوْلِ أَوْفِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْصِفَةٍ خَلْقِيَّةٍ أَوْخُلُقِيَّةٍ أَوْسِيَرَةٍ سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ قَبْلَ الْبِعْثَةِ أَمْ بَعْدَهَا
“segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekeri, perjalanan hidup, baik sebelum menjadi Rasul maupun sesudahnya”.
2.      Khabar
Khabar menurut bahasa adalah segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. khabara menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan hadits, keduaanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’. mencakup segala yang datang dari nabi SAW, sahabat dan tabi’in. ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Muhammad SAW, sedangkan datang dari Nabi SAW adalah Hadits.
3.      Atsar
Atsar menurut istilah adalah terjadi perbedaan pendapat di antara pendapat para ulama. Jumhur mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabiin. sedangkan menurut Ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’.

Klasifikasi Hadits dari Segi Sedikit atau banyaknya Rawi

·         Hadits Mutawatir
هُوَخَبَرٌعنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَادٌ جَمٌّ يَجِبُ فِى الْعَادَةِ اِحَالَةُ إِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الكَذِبِ
“Sesuatu hadits hasil tanggapan dari panca indera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta”.
Klasifikasi Hadits Mutawatir membagi dua bagian yakni Mutawatir Lafdzi dan Mutawatir Ma’nawi. mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banayak yang susunannya redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan lainnya. Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits mutawatir yang rawi-rawinya berlain-lainan dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita yang berlain-lain susunan redaksinya itu terdapat persesuaiaan pada prinsipnya.

·         Hadits Ahad
jumlah rawi-rawi dalam thabaqot (lapisan) pertama, kedua atau ketiga dan seterusnya pada hadits ahad, mungkin terdiri dari tiga orang atau lebih, dua orang atau seorang.

Hadits Masyhur مَا رَوَاهُ الثَّلاَثَةُ فَأَكْثَرَ وَلَمْ يَصِلْ دَرَحَةَ التَّوَاتُرِ “Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir”.

Hadits Aziz مَارَوَاهُ إِثْنَانِ وَلَوْكَانَا فِى طَبَقَةٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ رَوَاهُ بَعْدَ ذَلِكَ جَمَاعَةٌ  “Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqoh saja, kemudian setelah itu, orang-orang pada meriwayatkannya.”

Hadits Gharib مَاانفَرَحَ بِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ فِى أَىِّ مَوِضِعٍ وَقَعَ التَّفَرُّدُ بِهِ مِنَ السَّنَدِ “Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sana itu terjadi”.

HADITS MURSAL
هُوَالَّذِى يَسْقُطُ مِنْ اَخِرِ سَنَدِهِ مَنْ بَعْدَ التَّابِعِى
          “Hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’iy”.
Klasifikasi hadits mursal yakni ada hadits jaly yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabi’iy adalh jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang ynag menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita. sedangkan mursal shahabi yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada nabi SAW tetapi ia tidak mendengfar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran di saat Rasul hidup ia masih kecil atau terakhit masuknya ke dalam agama islam. sedangkan mursal khafy yautu hadits yang diriwayatkan oleh tabi’iy dimana tabi’iy yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits pun dari padanya.
Jarh Wa Ta’dil
            lafadz jarh menurut muhaditsiin ialah sifat seorang rawi yang dapat mencacatkan keadilan dan kehjapalannya. men-jarh atau men-tajrih seorang rawi yang berarti menyifati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat enyebabkan kelemahan atau tertolak apa yang diriwayatkannya. sedangkan menurut Dr ‘Ajjaj Al-Khatib:
هُوَ الْعِلْمُ الَّذِىْ يَبْحَثُ فِى أَحْوَالِ الرُّوَاةِ مِنْحَيْثُ قَبُوْلِ رِوَايَتِهِمْ أَوْرَدِّهَا
          Ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya”.
Faedah mengetahui ilmu Jarh wa ta’dil itu ialah untuk menetapka apakah periwayatn seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. apabila seorang rawi dijarh oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan apabila seorang rawi dipuji sebagai orang yang adil, niscaya periwayatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadits dipenuhi.
Tarikh al-Ruwah
            ilmu tawarihi ruwah itu termasuk dari ilmu rijaul hadits. jika rijaul hadits itu membicarakan hal ihwal dan biografi para rawi pada umunya, maka ilmu tawarihi ruwah ini membahas tentang kapan dan di mana seorang rawi dilahirkan, dari siapa ia menerima hadits, siapa orang yang pernah mengambil hadits daripadanya dan akhirnya diterangkan pula dimana dan kapan ia wafat.

Klasifikasi Hadits Ahad kepada Shahih, Hasan dan Dhaif
a.         Shahih
Shahih menurut bahasa berarti ضِدُّ السَّقِيْمِ  lawan sakit. Kata Shahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah, benar, sempurna, sehat dan pasti.
Menurut muhaditsin, ialah:
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ تَامٌّ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرَ مُعَلَّلٍ وَلاَشَاذٍَّ
“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.”
Syarat-Syarat Hadits shahih ada lima:
·         Rawinya Bersifat adil
Kata adil menurut bahasa bearti lurus, tidak berat sebelah, tidak lazim, tidak menyimbapng, tulus dan jujur. seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah lakunya. Keadilan seorang rawi, menurut Ibnu Sam’any, harus memenuhi empat syarat:
1)   selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat
2)   menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
3)   tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyelesaian.
4)   tidka mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
·         Sempurna Ingatan atau Dhabit
kata dhabit menurut bahasa adalah kokoh, yang kuat, yang hafal dengan sempurna. seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingatan dengan sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
sedangkan dhabit dari kitab mustalahul hadits adalah ornag yang kuat ingatannya, artinya bahwa ingatanya lebih banayk daripada lupanya, dan keberannya lebih banyak daripada kesalahnnya.
·         Sanadnya Tidak terputus/Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambung-sambung ialah sanad yang selamat dari keguguran. dengan kata lain, bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya. hadits mursal, munqathi, mu’dal dan mu’allaq tidak tewrgolong hadits shahih.
·         Hadits itu tidak ber’illat
kata “illat yang bentuk jamaknya :ilat atau al’ialal menurut bahasa cacat, penyakit, keburukan, dana kesalahan baca. illah hadits ialah suatu penyakit yang samar-samar, yang dapat menodai keshahihan suatu hadits. misalnya meriwayatkan hadits secara mutthasil (bersambung) terhadap hadits mursal (yang gugur seorang sahabat yang meriwaytaknnya) atau hadits munqhathi (yang gugur salah seorang rawinya) dan sebaliknya. demikian juga, dapat dianggap suiatu’illat hadits, yaitu suatu sisipan yang terdapat pada matan hadits.
·         Tidak janggal
yaitu dimaksud deangan syad ialah suatu hadits yang bertentangan denagn hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau lebih tqisah.

Hadits Shahih terbagi kedalam dua bagian:
·      Shahih li-Dzatih
Ialah hadits yang memenuhi persyaratan maqbul secara sempurna.
·      Shahih Li-Ghairih
ialaha hadits shahih yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan shahih, khususnya berkaitan denagn ingatan atau hafalan perawi. jadi trun derajatnya menjadi Hadits Hasan Li-Dzatih.
Perbedaannya anatar kedua bagian hadits ini terleteak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. pada sahhih li-dzatih ingatan perawinya sempurna, sedang pada hadits shahih li-ghairih ingatan perawinya kurang sempurna.

            Martabah Hadits Shahih
Hadits yang paling tinggi derajatnya, ialah hadits yang bersanad Ashahhul asnaid. Kemudian berturut-turut sebagai berikut:
·         Hadits yang Muttafaq-‘alaihi atau Muttaqaq-‘ala shihhatihi. yaitu hadits sahhih yang telah disepakati oleh kedua Imam hadits Bukhari dan Muslim, tentang sanadnya.
·         Hadits yang hanay diriwayatkna oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
·         Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Buhkary tidak meriwayatkannya.
·         Hadits Shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat bukhari dan Muslim, yang disebut dengan Shahihun ‘ala syarthi’l Bukhari wa muslim.
·         Hadits yang menurut syarat bukhary sedangkan beliau sendiri tidak mentarjihkannya. shahihun ‘ala syarthil bukhary.
·         Hadits yang menurut syarat Muslim sedangkan beliau sendiri tidak mentarjihkannya. shahihun ‘ala syarthil Muslims.

b.        Hasan
Hadits menurut bahasa berarti مَا تَشْتَهِيْهِ النَّفْسُ وَقِيْلَ إِلَيْهِ sesuatu yang disenangi yang dicondongi oleh nafsu. definisi Hadist hasan menurt Muhaditsiin:
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ قَلِيْلُ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍّ
“Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tapi tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya.”
Klasifikasi Hadits hasan
·      Hadits Hasan li-Dzatih adalah hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits hasan di atas.
·      Hadits Hasan Li-ghairih adalah hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan Hadits hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah hadits dhai’f, akan tetapi karena adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi) maka kedudukan hadits dhaif tersebut baik derajatnya menjadi hadits hasan li-ghairi.

Kehujjahan Hadits Shih dan Hadits Hasan
Kebanayakan ulama ahli ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan hadits shahih dan hadits hasan sebagai hujjah. disamping ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat dipergunakan hujjah, bila memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima. pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang saksama. sebab sifat-sifat yang dapat diterima itu, ada yang tinggi, menengah dan rendah. hadits yang mempunyai sifat dapat diterima yang tinggi dan menengah, adalah hadits shahih, sedang hadits sifat yang diterima yang rendah adalah hadits hasan. Jadi prinsipnya keduanya mempunyai sifat yang dapat diterima (maqbul). walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya disbanding dengan rawi hadits shahih, tetapi rawi hadits hasan masih terkebalk sebagai orang yang jujur dan daripada melakukan perbuatan dusta.
Hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai hujjah, disebut hadismaqbul dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits mardud. yang termasuk hadits maqbul ialah hadits shahih li- dhatih maupun hadits shahih li ghairih, sedangkan hadits hasan li dzatih maupun hadits hasan li ghairih.
Yang termasuk hadits mardud ialah segala macam hadits dhaif’. hadits mardud tidak dapat diterima menjadi hujjah, karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada sanadnya.

c.         Dhaif
Kata dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan kata kuat.  sedangkan menurt istilah ialah:
مَافَقِدَ شَرْطًاأَوْأَكْثَرَمِنْ شُرُوْطِ الصَّحِيْحِ أَوِ الْحَسَنِ
“Ialah hadits yang kehilnagan satu syarat atau lebih dari satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau haditshasan”.
Para ulama menemukan kedha’ifan hadits itu pada tiga bagian, yaitu pada sanad, pada matan danm pada perawinya.
·      Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Hadits Mursal
Hadits Munqhati
Hadits Mu’dal
·      Dha’if dari segi sanadnya
Hadits Mauquf
HaditsMaqthu’
·      Dha’if dari segi-segi lainnya
Hadits Munkar
Hadits matruk
Hadits Syadz
Hadits Maqlub

            MAUDHU’
            Al-maudu’ adalah isim maf’ul, menurt bahasa seperti الاسقاط (meletakan atau menyimpan) الاقتر ولاختلاف  mengadakan atau membuat-buat dan al-matruk ditinggalkan. sedangkan menurut istilah adalah:
هُوَ الْمُخْتَلّعُ الْمَصْنُوْعُ المَنْصُوْبُ إِلَى رَسُوْلِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ زُوْرًاوَبُهْتَانًاسَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا خَطَاءً
“hadits yang dicipta serta dibuat seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rsulullah SAW secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak.

FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
            Al-qur’an dan al-hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. al-qur’an sbagai sumber pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. oleh karena itulah kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman dan globalnya isi al-qur’an tersebut.
            fungsi Rasul SAW sebagai penjelas atau bayan al-qur’an itu bermacam. menurut Imam Ahmad Hambal menyebutkan empat fungsi:
1)      Bayan At-taqrir
bayan at-taqrir disebut juga dengan bayan at-takid dan bayan al-itsbat. yang dimaksud bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan di dalam al-qur’an. fungsi al-hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandunagn al-qur’an.
contoh:
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُا وَإِذًا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا
“Apabila kalian meliah bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat itu maka berbukalah’.
hadits ini datang mentaqrir ayat al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 185:
  
“maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah berpuasa”.

2)      Bayan at-Tafsir
Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal. memberiukan Taqyi (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlak, dan memberikan Takhsis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum.
contoh nya:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَنَانِ وَدَمَانِ فَأمَّا الْمَيْتَتَانِ الحُوْتُ وَالجَرَدُوَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ
“Telah dihalalkan bagi kami, dua (macam) bangkai dan dua (macam) darah. adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan belalang, sedang dua darah adalah hati dan limpa.
hadits ini mentaqyidkan ayat al-Qur’an yang mengharamkan semua bangkai dan darah, sebagimana firman Allah SWT dalam surat al-Maidh ayat 3:

Artinya: diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi

3)      Bayan at-Tasyri
Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapti dalam al-Qur’an. contohnya seperti hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syf’ah, hukum meramjam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seseorang anak.

4)      Bayan an-Naskh
Kata an-Nasakh secara bahasa, bermacam-macam arti. bisa berarti al-Itbal (membatalkan), atau al-Ijalah (menghilangkan), atau at-tahwl (memindahkan), atau Taqyir (mengubah). sedangkan menurut Ulama Mutaqadimin adalah adanya dalil syara’ (yang menghapuskan ketentuan yang telah ada) karena datangnya kemudia.
salah satu contohnya adalh:
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
hadits ini menurut mereka menasakh isi al-Qu’an surat al-Baqarah ayat 180:

Artinya: diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.



0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar