Minggu, 20 Juli 2014

ULUMUL QUR’AN




Pengertian Ulumul Qur’an
            Ungkapan “ulum Al-Qur’an” berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan Al-Qurian”. Kata “Ulum” merupakan bentuk jamak dari kata ilmu. Ilmu disini, sebagaimana didefinisikan Abu Syahbah adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan, sedangkan al-qur’an, sebagaimana didefinisikan uluma Ushul. ulama Fiqh dan ulama bahasa adalah:
كَلاَمُ اللهِ الْمُنَزَّلُ عَلَى نَبَيْهِ (مُحَمَّدِ) ص.م الْمُعْجِزَةُ بِتِلاَوَتِهِ المَنْقُوْلِ بِالبتَّوَاتُرِ الءمَكْتُوْبِ فِى الْمَصَاحِفِ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْفِاتِحَةِ إِلَى أَخِرِ سُوْرَةِالنَّاسِ
            “Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad, yang lafdz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat An-nass.
            Menurut Manna Al-Qaththan:
كَلاَمُ اللهِ الْمُنَزَّلُ عَلَى نَبَيْهِ (مُحَمَّدِ) ص.م الْمُعْتَمَدُ بِتِلاَوَتِهِ
            “Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya memperoleh pahala”.
Dengan demikian, secara bahasa Ulumu Al Qur’an adalah ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Sedangkan pengertian Ulumul Qur’an secara istilah, menurut Abu Syahbah:

عِلْمُ ذُوْ مَبَاحِثِ تَتَعَلَّقُ بِالْقُرْاَنِ ال}كَرِيْمِ مِنْ حَيْثُ نُزُلِهِ وَتَرْتِيْبِهِ وَكِتَابِهِ وَجَمْعِهِ وَقِرَاَتِهِ وَتَفْسِيْرِهِ وَإِعْجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنْسُوْخِهِ وَمُحْكَمهِ وَمُتَشَابِهِهِ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْمَبَاحِثِ الَّتِى تُذْكَرُ فِى هَذاالْعِلْمِ
          “Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukzijatan, nasikh manukh, muhkam mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain”.


Allah telah melukiskan Qur’an dengan beberapa sifat, di antaranya: nur(cahaya), Huda (petunjuk), Syifa (obat), Rahmah (rahmat), Mau’izah (nasihat), mubin (yang menerangkan), Mubarak (yang diberkahi), Busyra (khabar gembira), aziz (orang mulia), majid (yang dihormati).
            Wahyu atau al-Wahy adalah kata masdar dan materi kata itu menujukkan dua pengertia dasar, yaitu tersembunyi dan cepat. wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Sedangkan wahyu Allah para nabi-Nya secara Syra’ mereka definisika sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada nabi.

SEJARAH TURUNYA AL-QUR’AN
          Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi, sampai 9 dzulhijjah Haji wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H.
            Proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, adalah melalui tiga tahapan, yaitu:
1.      Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al mahfudz, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Q.S al-Buruj: 21-22.
2.      Al-Qur’an diturumkan dari lauh mahfudz itu ke bait al-izzah (tempat yang berada di langit dunia). Q.S al-qadar:1
3.      Al-Qur’an diturunkan dari bait al-izza ke dalam hati Nabi dengan jalan bernagsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Ada kalanya satu ayat, dua ayat, dan bahkan kadang-kadang satu surat.
Al-qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril tidak secara sekaligus, melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan serinh wahyu turun untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepad nabi atau untuk membenarkan tindakan nabi SAW. Di samping itu pula banyak pula ayat surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.

PROSES PENULISAN AL-QUR’AN
1.      Pada Masa Nabi, sanagat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelapah kurma, tulang berulang dan batu. Kegiatan tulis menulis al-qur’an pada masa nabi di smaping dilakukan oleh para sekertaris (Abu Bakar, umar, utsman, ali, abban bin said, Khlaid bin al-walid dan muawiyyah) nabi,juga dilakukan para sahabat lainnya. Factor mrendorong penulisan: pertama, mem-back up hapalan yang telah dilakukan oleh nabi dan sahabatnya dan mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hapalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat.
2.      Pada masa Abu Bakar, motivasi penulisannya adalah khawatir sirnanya al-qur’an dengan syahidnya beberapa penghapal al-qur’an pada perang yamamah. Dan abu bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan al-qur’an yang terpencar-pencar pada pelepah kurma, kulit, tulang dan sebagainya.
3.      Pada masa Utsman, motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara membaca al-Qur’an. Dana utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya al-quran turun.

MUHKAM DAN MUTASYABIH
            Muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Dengan pengertian inilah Allah mensifati Qur’an bahwa seluruhnya adalah muhkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: Q.S Hud ayat 1.
            Qur’an itu seluruhnya muhkam, maksudnya qur’an itu kata-katanya kokoh, fasih (indah dan jelas) dan membedakan antara yang hak dengan yang bathil dan antara yang benar dengan yang dusta.
            Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. dan syubhah ialah keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit maupun abstrak.. jadi tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagaimananya membetulkan sebagian yang lain. Seluruhnya ayat al-qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah Q.S Az-zumar; ayat 23.
            Denagan demikian maka qur’an itu seluruhnya mutasyabih, maksudnya qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan keindahnnya, dan sebagainnya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya.
            Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.      Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah.
2.      Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung banyak wajah.
3.      Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.

ASBAB AN-NUZUL
            Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhofat dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Sedangkan Asbab An-nuzul secara istilah menurut Manna’ Al-Qathan adalah:

“Asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berekenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad.”
            Urgensi asbab an-nuzuk dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:
1.      Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan-pesan ayat-ayat al-qur’an.
2.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga menagndung pengertian umum.
3.      Mengkhususkan hokum yang terkandung dalam ayat al-qur’an, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus (khusus as-sabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum al-lafadz).
4.      Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat al-Qur’an turun.
5.      Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.


NASKH DAN MANSUKH
            Secara lugawi, ada empat makna naskh yang sering diungkapkan ulama, yaitu:
1.      Izalah (menghilangkan), Q.S al-hajjj: 52
2.      Tabdil (penggantian), Q.S An-nahl: 101
3.      Tahwil (memelingkan)
4.      Naql (memindahkan dari sesuatu ke tempat lain)
Mansukh adalah hokum yang diangkat atau dihapuskan. Mkaka ayat mawarits atau hokum yang terkandung di dalmnya, misalnya adalah mengahpuskan (naskh) sebagaimana hokum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat (mansukh) sebagaimana akan dijelaskan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut:
1.      Hokum yang mansukh adalah hokum syar’a
2.      Dalil penghapusan hokum tersebut adalah khitab syar’I yang datang lebih kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh.
3.      Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hokum akan berakhir dengan benign berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakn naskh.

RUKUN dan SYARAT
1.      Adat naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hokum yang telah ada.
2.      Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hokum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah, karena Dialah yang membuat hokum dan dia pulalah yang mengahpusnya.
3.      Mansukh, yaitu hokum yang dibatalkan, dihapuskan atau dipindahkan.
4.      Mansukh anh, yaitu orang yang dibebani hokum.
Syarat-Syarat Naskh adalah:
1.      Yang dibatalkan adalah hukm syara’
2.      Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
3.      Pembatalan hokum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakukan hokum, seperti perintah Alkah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di naskh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
4.      Tuntunan yang mengandung naskh harus datang kemudian.
Adapula dua lapangan yang tidak diterima naskh harus datang kemudian:
1.      Seluruh khabara/aqidah baik dalam al-qur’an maupun as-sunnah. Sebab, pembatalan khabar berarti mendustakan khabar itu sendiri, sedangkan Al-qur’an dan as-sunnah mustahil memuat kebohongan.
2.      Hukum-hukum yang disyariatkan secara abadai.
Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh
1.      Penjelasan lansung dari Rasulullah
2.      Dalam suatu nasikh terkadang terdapat keterangna yang menyatakan bahwa vsatu nash diturunkan terlebih dahulu.
3.      Berdasarkan keterangan dari periwayat hadits yang menyatakan satu hadits dikeluarkan tahun sekian dan hadits lain dukeluarkan tahun sekian.
Dasar-dasar Penetapan Nasikh dan Mansukh
a.       Melalui pentrasmisian yang jelas (an-naql al-sharih) dari nabi atau para sahabatnya.
b.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh
c.       Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakng turun, karenanya disebut mansukh.
Bentuk dan Macam Naskh dalam Al-qur’an
1.      Naskh sharih, ayat yang secara jelas mengahpus yang terdapat pada ayat terdahulu.
2.      Naskh Dhimmy, jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta kedua-duanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian menhhapus ayat yang terdahulu.
3.      Naskh kully, menghapus hokum yang sebelumnya secara keseluruhan.
4.      Naskh juz’I yaitu menghapus hokum umum yang berlaku bagi semua indivisu dengan hokum yang hanya berlaku bagi sebagian individuy, atau menghapus hokum yang bersifat muthlaq dengan hokum yang muqayaad.
Hikmah Keberadaan Naskh
1.      Menjaga kemaslahatan hamba
2.      Pengembangan pensyariatan hokum sampai pada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangna dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3.      Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya suruhan yang kemudian dihapus.
4.      Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat.

MAKKIYAH DAN MADANIYYAH
            Empat sarjana muslim mengemukakan persfektif dalam mendefinsikan terminology Makkiyyah dan Madaniyyah. Keempat persfektif itu adalah:
1.      Dari persfektif masa turun,
“Makkiyyah ialah ayat ayat yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di mekah, sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun di mekah atau arafah.
2.      Dari persfektif tempat turun
Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah dan hudaybiyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat0ayat yang turun di madinah dan sekitarnya, seperti uhud, quba dan sul’a.
3.      Dari persfektif objek pembicaraan
Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang madinah.
4.      Dari persfektif tema pembicaraan
Cara-cara mengetahui Makkiyah dan madaniyyah
1.      Pendekatan Transmisi (periwayatan), merujuk kepada riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu atau generasi tabiiin yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan al-qur’an, termasuk didalmnya adalah informasi kronologis al-qur’an.
2.      Pendekatan analogi, bertolak dari cirri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian, bila dalam surat makkiyah terdapat sebuah ayat yang memiliki cirri-ciri khusus madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat madaniyyah.
Ciri-ciri Sfesifikasi Makkiyah dan Madaniyyah
a.       Makkiyah:
1.      Didalmnya terdapat ayat sajdah
2.      Ayat-ayat dimulai dengan “kalla”
3.      Dimulai dengan ungkapan “yaa ayyuhan nas”
4.      Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
5.      Ayat-ayat berbicara tentang kisah nabi adam dan iblis, kecuali surat albaqarah dan
6.      Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong seperti alif lammm mimm dan sebagaimnya, kecuali surat al-baqarah dan ali imron
b.      Madaniyyah:
1.      Mengandung ketentuan fara’id dan had
2.      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali suar al-ankabut
3.      Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli khitab
Urgensi atau hubungan tentang makkiyah dan madaniyyah
a.       Membantu dalam menafsirkan al-qur’an
b.      Pedoman bagi lankah-langkah dakwah
c.       Member informasi tentng sirah nabi

MATSAL AL-QURAN ATAU PERUMPAMAAN DALAM AL-QUR’AN
            Amsal adalah bentuk jamak dari masal. Kata masal, misl dan masil adalah sama dengan syabah, syibah dan syabih, baik lafadz maupun maknanya.

TAFSIR
            Kata “tafsir”  diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang berarti keterangan atau uraian. Bahasa al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-Kasyf (mengungkap), al-Idzhar (menampakkan) dan al-Ibanah (menjelaskan). Tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam al-qur’an.

TAKWIL        
            Bahsa ar ruju ila al ashli berarti kembali pada pokoknya. Sedangkan menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafadz-lafadz ayat-ayat al-qur’an melelui pendekatan memehami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafadzh itu. 

TERJEMAH
            Bahasa adalah salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain. Yang dimaksud dengan terjemah al-qur’an adalah memindahkan al-qur’an kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT dengan perantaraan terjemah ini.
Macam-macam Terjemah:
1.      Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarhkannya, tidak terikat oleh leterleknya, melainkan makna dan tujuan kalimat aslinya.
2.      Terjemah harfiyyah bi al-mitsil yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahsa asli dengan kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonomnya (muradifnya) ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
3.      Terjemah harfiyyah bi dzuni al-mitsil yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan segi satranya, menurut kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan penerjemahnya.
Macam-Macam Tafsir
1.      Tafsir bi al-Ma’tsur
Penafsiran al-qur’an yang mendasarkan pada penjelasan al-qur’an sendiri, penjelasan rasul, penjelasan sahabat melalui ijtihadnya dan aqwal tabi’iin.
Keistiewaan nya adalah menekankan pentingnya abahasa dalam memahami al-qur’an, memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyamapikan pesan-pesanya, mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan. Sedangkan kelemahnnya adalah, terjadinya pemalsuan dalam tafsir, msuknya unsure-unsur yahudi dan nasrani yang masuk kedalam penafsiran al-qur’an, penghilangan sand, terjerumusnya sang mufasir ke dalam urian kebahasaan dan kesastraan yang bertela-tele sehingga pokok al-qur’an menjadi kabur.
2.      Tafsir bi Ar-ray’i
Tafsir yang penjelasnnya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah terlebih dahulu mengetahui bahasa arab serta metodenya, dalil hokum yang ditunjukkan serta problema penafsiran seperti asbabun nuzul, nasikh dan mansukh.

























 

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar