Definisi Hadits Menurut Bahasa Dan Istilah
Hadits menurut bahasa berarti الْجَدِيْدُ(sesuatu yang baru) lawannya الْقَدِيْمُartinya حَدِيْثُ الْبِنَاءِmenunjukan kepada waktu yang dekat atau
waktu yang singkat seperti حَحِيْثُ الْعَهْدِ فِى الاِسْلاَمِ artinya orang yang
baru masuk atau memeluk agama Islam. الْخَبَرُ (berita), sesuatu
yang dipercayakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama
maknanya dengan hadits.
Hadits
menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh jumhurul muhaditsiin:
مَاأُضِيْفُ لِنَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ قَوْلاً أَوْفِعْلاُ أَوْ تَقْرِيْرًاأَنَحْوَهَا
“
Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.
Pemberitaan
terhadap hal-hal tersebut yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut
berita yang marfu’ yang disandarkan kepada sahabat disebut berita mauquf dan
yang disandarkan kepada tabi’iy disebut maqthu’.
1. Perkataan,
perkataan yang pernaha beliau ucapkan dalam berbagai bidang, seperti bidang
hukum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2. perbuatan,
merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum
jelas cara pelaksanaanya.
3. Taqrir, keadaan
beliau memdiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah
dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
4. sifat-sifat,
keadaan-keadaan dan himmah (hsarat Rasulullah SAW
Pengertian Sunnah, Khabar dan Atsar
1. Sunnah
Sunnah menurut bahasa berarti السِّيَرَةُ وَ الطَّرِيْقَةُ المُعْتَادَةِ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ
قَبِيْحَةً kebiasaan yang baik atau yang jelek.
Sunnah menurut istilah dari Ahli Hadits
adalah:
كُلُّ مَا أُثِرَ عَنْ الرَّسُوْلِ صَلَى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَوْلِ أَوْفِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْصِفَةٍ
خَلْقِيَّةٍ أَوْخُلُقِيَّةٍ أَوْسِيَرَةٍ سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ قَبْلَ
الْبِعْثَةِ أَمْ بَعْدَهَا
“segala
yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
perangai, budi pekeri, perjalanan hidup, baik sebelum menjadi Rasul maupun
sesudahnya”.
2. Khabar
Khabar menurut bahasa adalah segala berita
yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. khabara menurut ulama ahli
hadits sama artinya dengan hadits, keduaanya dapat dipakai untuk sesuatu yang
marfu’, mauquf, dan maqthu’. mencakup segala yang datang dari nabi SAW, sahabat
dan tabi’in. ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang
selain dari Nabi Muhammad SAW, sedangkan datang dari Nabi SAW adalah Hadits.
3. Atsar
Atsar menurut istilah adalah terjadi
perbedaan pendapat di antara pendapat para ulama. Jumhur mengatakan bahwa atsar
sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat,
dan tabiin. sedangkan menurut Ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan
khabar untuk yang marfu’.
Klasifikasi Hadits dari Segi Sedikit atau banyaknya
Rawi
·
Hadits Mutawatir
هُوَخَبَرٌعنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَادٌ جَمٌّ يَجِبُ فِى الْعَادَةِ
اِحَالَةُ إِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الكَذِبِ
“Sesuatu hadits
hasil tanggapan dari panca indera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi,
yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta”.
Klasifikasi
Hadits Mutawatir membagi dua bagian yakni Mutawatir Lafdzi dan Mutawatir
Ma’nawi. mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banayak
yang susunannya redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu
dengan lainnya. Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits mutawatir yang
rawi-rawinya berlain-lainan dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita
yang berlain-lain susunan redaksinya itu terdapat persesuaiaan pada prinsipnya.
·
Hadits Ahad
jumlah rawi-rawi
dalam thabaqot (lapisan) pertama, kedua atau ketiga dan seterusnya pada hadits
ahad, mungkin terdiri dari tiga orang atau lebih, dua orang atau seorang.
Hadits Masyhur مَا رَوَاهُ الثَّلاَثَةُ فَأَكْثَرَ وَلَمْ يَصِلْ دَرَحَةَ التَّوَاتُرِ “Hadits yang
diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat
mutawatir”.
Hadits Aziz مَارَوَاهُ إِثْنَانِ وَلَوْكَانَا فِى طَبَقَةٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ رَوَاهُ
بَعْدَ ذَلِكَ جَمَاعَةٌ “Hadits yang
diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada
satu thabaqoh saja, kemudian setelah itu, orang-orang pada meriwayatkannya.”
Hadits Gharib مَاانفَرَحَ بِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ فِى أَىِّ مَوِضِعٍ وَقَعَ التَّفَرُّدُ
بِهِ مِنَ السَّنَدِ
“Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam
meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sana itu terjadi”.
HADITS MURSAL
هُوَالَّذِى يَسْقُطُ مِنْ اَخِرِ سَنَدِهِ
مَنْ بَعْدَ التَّابِعِى
“Hadits yang
gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’iy”.
Klasifikasi hadits mursal yakni ada hadits jaly yaitu
bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabi’iy adalh jelas sekali,
dapat diketahui oleh umum, bahwa orang ynag menggugurkan itu tidak hidup
sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita. sedangkan mursal
shahabi yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada nabi SAW tetapi ia
tidak mendengfar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran di
saat Rasul hidup ia masih kecil atau terakhit masuknya ke dalam agama islam.
sedangkan mursal khafy yautu hadits yang diriwayatkan oleh tabi’iy dimana
tabi’iy yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak pernah
mendengar sebuah hadits pun dari padanya.
Jarh Wa Ta’dil
lafadz
jarh menurut muhaditsiin ialah sifat seorang rawi yang dapat mencacatkan
keadilan dan kehjapalannya. men-jarh atau men-tajrih seorang rawi yang berarti
menyifati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat enyebabkan kelemahan atau
tertolak apa yang diriwayatkannya. sedangkan menurut Dr ‘Ajjaj Al-Khatib:
هُوَ الْعِلْمُ الَّذِىْ يَبْحَثُ فِى
أَحْوَالِ الرُّوَاةِ مِنْحَيْثُ قَبُوْلِ رِوَايَتِهِمْ أَوْرَدِّهَا
“Ialah suatu ilmu
yang membahas hal ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak
periwayatannya”.
Faedah mengetahui ilmu
Jarh wa ta’dil itu ialah untuk menetapka apakah periwayatn seorang rawi itu
dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. apabila seorang rawi dijarh oleh
para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan
apabila seorang rawi dipuji sebagai orang yang adil, niscaya periwayatannya
diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadits dipenuhi.
Tarikh al-Ruwah
ilmu
tawarihi ruwah itu termasuk dari ilmu rijaul hadits. jika rijaul hadits itu
membicarakan hal ihwal dan biografi para rawi pada umunya, maka ilmu tawarihi
ruwah ini membahas tentang kapan dan di mana seorang rawi dilahirkan, dari
siapa ia menerima hadits, siapa orang yang pernah mengambil hadits daripadanya
dan akhirnya diterangkan pula dimana dan kapan ia wafat.
Klasifikasi Hadits Ahad kepada Shahih, Hasan dan Dhaif
a.
Shahih
Shahih menurut bahasa berarti ضِدُّ السَّقِيْمِ lawan sakit. Kata Shahih juga telah menjadi
kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah, benar, sempurna, sehat dan pasti.
Menurut muhaditsin, ialah:
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ تَامٌّ الضَّبْطِ
مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرَ مُعَلَّلٍ وَلاَشَاذٍَّ
“Hadits
yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya
bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.”
Syarat-Syarat Hadits shahih ada lima:
·
Rawinya Bersifat adil
Kata adil menurut
bahasa bearti lurus, tidak berat sebelah, tidak lazim, tidak menyimbapng, tulus
dan jujur. seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat
mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak
baik dalam segala tingkah lakunya. Keadilan seorang rawi, menurut Ibnu Sam’any,
harus memenuhi empat syarat:
1) selalu memelihara
perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat
2) menjauhi
dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
3) tidak melakukan
perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan
mengakibatkan penyelesaian.
4) tidka mengikuti
pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
·
Sempurna Ingatan atau
Dhabit
kata dhabit
menurut bahasa adalah kokoh, yang kuat, yang hafal dengan sempurna. seorang
perawi dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingatan dengan
sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
sedangkan dhabit
dari kitab mustalahul hadits adalah ornag yang kuat ingatannya, artinya bahwa
ingatanya lebih banayk daripada lupanya, dan keberannya lebih banyak daripada
kesalahnnya.
·
Sanadnya Tidak
terputus/Sanadnya bersambung
Yang dimaksud
dengan sanad bersambung-sambung ialah sanad yang selamat dari keguguran. dengan
kata lain, bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari
guru yang memberinya. hadits mursal, munqathi, mu’dal dan mu’allaq tidak
tewrgolong hadits shahih.
·
Hadits itu tidak
ber’illat
kata “illat yang
bentuk jamaknya :ilat atau al’ialal menurut bahasa cacat, penyakit, keburukan,
dana kesalahan baca. illah hadits ialah suatu penyakit yang samar-samar, yang
dapat menodai keshahihan suatu hadits. misalnya meriwayatkan hadits secara
mutthasil (bersambung) terhadap hadits mursal (yang gugur seorang sahabat yang
meriwaytaknnya) atau hadits munqhathi (yang gugur salah seorang rawinya) dan
sebaliknya. demikian juga, dapat dianggap suiatu’illat hadits, yaitu suatu
sisipan yang terdapat pada matan hadits.
·
Tidak janggal
yaitu dimaksud
deangan syad ialah suatu hadits yang bertentangan denagn hadits yang diriwayatkan
oleh perawi lain yang lebih kuat atau lebih tqisah.
Hadits Shahih
terbagi kedalam dua bagian:
·
Shahih li-Dzatih
Ialah hadits yang memenuhi persyaratan
maqbul secara sempurna.
·
Shahih Li-Ghairih
ialaha hadits shahih yang tidak memenuhi
secara sempurna persyaratan shahih, khususnya berkaitan denagn ingatan atau
hafalan perawi. jadi trun derajatnya menjadi Hadits Hasan Li-Dzatih.
Perbedaannya anatar kedua bagian hadits ini
terleteak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. pada sahhih li-dzatih
ingatan perawinya sempurna, sedang pada hadits shahih li-ghairih ingatan
perawinya kurang sempurna.
Martabah
Hadits Shahih
Hadits yang paling
tinggi derajatnya, ialah hadits yang bersanad Ashahhul asnaid. Kemudian
berturut-turut sebagai berikut:
·
Hadits yang
Muttafaq-‘alaihi atau Muttaqaq-‘ala shihhatihi. yaitu hadits sahhih yang telah
disepakati oleh kedua Imam hadits Bukhari dan Muslim, tentang sanadnya.
·
Hadits yang hanay
diriwayatkna oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
·
Hadits yang hanya
diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Buhkary tidak
meriwayatkannya.
·
Hadits Shahih yang
diriwayatkan menurut syarat-syarat bukhari dan Muslim, yang disebut dengan
Shahihun ‘ala syarthi’l Bukhari wa muslim.
·
Hadits yang menurut
syarat bukhary sedangkan beliau sendiri tidak mentarjihkannya. shahihun ‘ala
syarthil bukhary.
·
Hadits yang menurut
syarat Muslim sedangkan beliau sendiri tidak mentarjihkannya. shahihun ‘ala
syarthil Muslims.
b.
Hasan
Hadits menurut bahasa berarti مَا تَشْتَهِيْهِ النَّفْسُ وَقِيْلَ إِلَيْهِ
sesuatu yang disenangi yang dicondongi oleh nafsu. definisi Hadist hasan menurt
Muhaditsiin:
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ قَلِيْلُ الضَّبْطِ
مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍّ
“Hadits
yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tapi tak begitu kokoh ingatannya,
bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada
matannya.”
Klasifikasi Hadits hasan
·
Hadits Hasan li-Dzatih
adalah hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits hasan di atas.
·
Hadits Hasan Li-ghairih
adalah hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan Hadits hasan secara
sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah hadits dhai’f, akan tetapi
karena adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi)
maka kedudukan hadits dhaif tersebut baik derajatnya menjadi hadits hasan
li-ghairi.
Kehujjahan Hadits
Shih dan Hadits Hasan
Kebanayakan ulama ahli
ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan hadits shahih dan hadits hasan sebagai
hujjah. disamping ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat
dipergunakan hujjah, bila memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima. pendapat
terakhir ini memerlukan peninjauan yang saksama. sebab sifat-sifat yang dapat
diterima itu, ada yang tinggi, menengah dan rendah. hadits yang mempunyai sifat
dapat diterima yang tinggi dan menengah, adalah hadits shahih, sedang hadits
sifat yang diterima yang rendah adalah hadits hasan. Jadi prinsipnya keduanya
mempunyai sifat yang dapat diterima (maqbul). walaupun rawi hadits hasan kurang
hafalannya disbanding dengan rawi hadits shahih, tetapi rawi hadits hasan masih
terkebalk sebagai orang yang jujur dan daripada melakukan perbuatan dusta.
Hadits-hadits yang
mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai hujjah, disebut hadismaqbul
dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits
mardud. yang termasuk hadits maqbul ialah hadits shahih li- dhatih maupun
hadits shahih li ghairih, sedangkan hadits hasan li dzatih maupun hadits hasan li
ghairih.
Yang termasuk hadits
mardud ialah segala macam hadits dhaif’. hadits mardud tidak dapat diterima
menjadi hujjah, karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada
sanadnya.
c.
Dhaif
Kata dhaif menurut bahasa berarti lemah,
sebagai lawan kata kuat. sedangkan
menurt istilah ialah:
مَافَقِدَ شَرْطًاأَوْأَكْثَرَمِنْ شُرُوْطِ
الصَّحِيْحِ أَوِ الْحَسَنِ
“Ialah
hadits yang kehilnagan satu syarat atau lebih dari satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadits shahih atau haditshasan”.
Para ulama menemukan kedha’ifan hadits itu
pada tiga bagian, yaitu pada sanad, pada matan danm pada perawinya.
·
Dhaif dari segi
persambungan sanadnya
Hadits Mursal
Hadits Munqhati
Hadits Mu’dal
·
Dha’if dari segi
sanadnya
Hadits Mauquf
HaditsMaqthu’
·
Dha’if dari segi-segi
lainnya
Hadits Munkar
Hadits matruk
Hadits Syadz
Hadits Maqlub
MAUDHU’
Al-maudu’ adalah isim maf’ul, menurt bahasa seperti الاسقاط
(meletakan atau menyimpan) الاقتر ولاختلاف mengadakan atau membuat-buat dan al-matruk
ditinggalkan. sedangkan menurut istilah adalah:
هُوَ الْمُخْتَلّعُ الْمَصْنُوْعُ
المَنْصُوْبُ إِلَى رَسُوْلِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
زُوْرًاوَبُهْتَانًاسَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا خَطَاءً
“hadits
yang dicipta serta dibuat seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dibangsakan kepada
Rsulullah SAW secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak.
FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
Al-qur’an
dan al-hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. al-qur’an sbagai sumber
pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. oleh karena itulah
kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman dan globalnya isi al-qur’an tersebut.
fungsi
Rasul SAW sebagai penjelas atau bayan al-qur’an itu bermacam. menurut Imam
Ahmad Hambal menyebutkan empat fungsi:
1) Bayan At-taqrir
bayan at-taqrir
disebut juga dengan bayan at-takid dan bayan al-itsbat. yang dimaksud bayan ini
ialah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan di dalam al-qur’an. fungsi
al-hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandunagn al-qur’an.
contoh:
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُا وَإِذًا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا
“Apabila
kalian meliah bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat itu maka
berbukalah’.
hadits ini datang
mentaqrir ayat al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 185:
“maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah berpuasa”.
2) Bayan at-Tafsir
Memberikan
rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal.
memberiukan Taqyi (persyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlak, dan
memberikan Takhsis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum.
contoh nya:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَنَانِ وَدَمَانِ فَأمَّا الْمَيْتَتَانِ الحُوْتُ
وَالجَرَدُوَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ
“Telah
dihalalkan bagi kami, dua (macam) bangkai dan dua (macam) darah. adapun dua
bangkai adalah bangkai ikan dan belalang, sedang dua darah adalah hati dan
limpa.
hadits ini
mentaqyidkan ayat al-Qur’an yang mengharamkan semua bangkai dan darah,
sebagimana firman Allah SWT dalam surat al-Maidh ayat 3:
Artinya:
diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi
3) Bayan at-Tasyri
Mewujudkan suatu
hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapti dalam al-Qur’an. contohnya seperti
hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara
istri dengan bibinya), hukum syf’ah, hukum meramjam pezina wanita yang masih
perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seseorang anak.
4) Bayan an-Naskh
Kata an-Nasakh
secara bahasa, bermacam-macam arti. bisa berarti al-Itbal (membatalkan), atau
al-Ijalah (menghilangkan), atau at-tahwl (memindahkan), atau Taqyir (mengubah).
sedangkan menurut Ulama Mutaqadimin adalah adanya dalil syara’ (yang
menghapuskan ketentuan yang telah ada) karena datangnya kemudia.
salah satu
contohnya adalh:
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak
ada wasiat bagi ahli waris”.
hadits ini
menurut mereka menasakh isi al-Qu’an surat al-Baqarah ayat 180:
Artinya:
diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang
yang bertakwa.